DELIK ADUAN
DALAM TINDAK PIDANA
MAKALAH
Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah
Hukum Pidana di Bawah
Bimbingan Dosen Bpk. M.Arief B,SH.MH

Oleh :
AYU SARTIKA DEWI
(143112330040104)
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NASIONAL ,PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq serta
inayahnya. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang merupakan menjadi komponen penilaian
dalam perkuliahan Hukum Pidana. Adapun
tema yang kami angkat adalah berkaitan dengan Delik Aduan dalam Tindak Pidana,
penulis menyadari sepenuhnya penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna
baik dalam isinya maupun dalam penyajianya, berkat dorongan dan bimbingan dari
semua pihak maka penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga karya sederhana ini layak untuk dijadikan
sumber rujukan dalam mengkaji Ilmu Hukum khususnya di bidang Hukum Pidana. Dan memberikan kontribusi praktis maupun
akademik bagi internal, utamanya bagi Fakultas Universitas Nasional Dan tak
dipungkiri bagi semua golongan. Semua kebenaran dalam makalah adalah semata
dari Allah SWT dan miliknya, sedangkan segala kesalahan kekurangan semata dari
keterbatasan kami.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR........................................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 4
A.Latar belakang............................................................................................................................ 4
B.Rumusan Masalah.................................................................................................................... 5
C. Tujuan............................................................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 6
2.1 Pengertian Delik Aduan........................................................................... 6
2.2 Jenis Delik Aduan .................................................................................... 9
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................................... 14
Kesimpulan dan Saran............................................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memiliki kecenderungan untuk bersosialisasi antara yang satu
dengan yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini,
manusia membuat suatu kelompok dimana
terdapat hubungan yang erat diantara mereka yang hidup dalam bermasyarakat.
Atas dasar ini manusia disebut sebagai zoon
politicon. Dalam hidup bermasyarakat, manusia selalu melakukan berbagai
interaksi yang menimbulkan suatu akibat.
Dalam masyarakat itu sendiri terdapat suatu aturan baik peraturan yang
timbul dengan sendirinya selama proses sosialisasi itu berlangsung, maupun
aturan yang sengaja dibuat untuk mengatur dan menciptakan ketertiban dalam
masyarakat itu sendiri. Sikap tindak dalam melakukan setiap perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang tidak selamanya sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku. Adapun tindakan yang melanggar aturan atau peraturan hukum pidana
tersebut dapat disebut dengan tindak pidana.
Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang bila dilanggar akan mendapatkan
sanksi yang jelas dan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana / KUHP.
Dari jenis tindak pidana dalam KUHP terdapat jenis tindak pidana yang hanya
dapat dilakukan penuntutan apabila ada suatu pengaduan dari pihak yang
dirugikan, hal ini diatur dalam Bab VII KUHP tentang mengajukan dan menarik kembali
pengaduan dalam hal kejahatan - kejahatan yang hanya dituntut atas dasar
pengaduan. Pengaduan merupakan hak dari korban untuk diadakan penuntutan atau
tidak dilakukan penuntutan karena menyangkut kepentingan korban, untuk itu
dalam perkara delik aduan diberikan jangka waktu pencabutan perkara yang diatur
dalam Pasal 75 KUHP.
B.Rumusan Masalah
1) Mengetahui dan memahami delik aduan
2) Delik aduan menurut beberapa para ahli
3) Mengetahui dan memahami jenis-jenis delik aduan
C.Tujuan
1) Mengetahui dan Memahami Delik aduan
2) Mengetahui dan Memahami Jenis-jenis Delik aduan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Delik Aduan
Untuk memahami apa itu delik aduan, sebaiknya memahami pengertian
dari kata atau peristilahan “delik” itu sendiri. Delik adalah terjemahan dari
kata Strafbaar feit. Terjemahan lain untuk kata strafbaar feit adalah peristiwa
pidana, perbuatan pidana, tindak pidana, perbuatan yang dapat dihukum dan
pelanggaran pidana.
“secara harafiah perkataan strafbaarfeit itu dapat diterjemahkan
sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang
tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum
itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan
ataupun tindakan”.
Dengan pemakaian kata
peristiwa pidana, maka hal itu tegas menunjukkan adanya unsur kelakuan dan atau
tindakan, berbuat atau lalai berbuat. Tidak hanya perbuatan yang dapat terlihat
secara langsung, tetapi juga perbuatan yang tidak secara langsung (seperti :
menyuruh, menggerakkan dan membantu) adalah juga dapat dimasukkan sebagai suatu
kelakuan. Secara umum, pengertian delik, baik dalam lapangan Hukum Pidana maupun
Hukum Perdata, dapat didefinisikan sebagai perbuatan seseorang terhadap siapa
sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan.
Pada delik aduan, jaksa hanya akan melakukan penuntutan apabila
telah ada pengaduan dari orang yang menderita, dirugikan oleh kejahatan
tersebut. Pengaturan delik aduan tidak terdapat dalam Buku ke I KUHP, tetapi
dijumpai secara tersebar di dalam Buku ke II. Tiap-tiap delik yang oleh pembuat
undang-undang dijadikan delik aduan, menyatakan hal itu secara tersendiri, dan
dalam ketentuan yang dimaksud sekaligus juga ditunjukan siapa-siapa yang berhak
mengajukan pengaduan tersebut.
Pembentuk undang-undang telah menyaratkan tentang adanya suatu
pengaduan bagi delik tertentu. Adapun sebabnya menurut Von Liszt, Berner dan
Von Swinderen adalah bahwa dipandang secara objektif pada bebrapa delik
tertentu itu kerugian material atau ideal dari orang yang secara langsung telah
dirugikan harus lebih diutamakan daripada kerugian-kerugian lain pada umumnya.
Menurut MvT (Memori van Teolichting),
disyaratkannya suatu pengaduan pada beberapa delik tertentu itu adalah
berdasarkan pertimbangan bahwa ikut campurnya penguasa di dalam suatu kasus
tertentu itu mungkin akan mendatangkan kerugian yang lebih besar bagi
kepentingan-kepentingan tertentu dari orang yang telah dirugikan daripada
kenyataan, yakni jika penguasa telah tidak ikut campur di dalam kasus tertentu.
Sehingga keputusan apakah seseorang yang telah merugikan itu perlu dituntut
atau tidak oleh penguasa, hal tersebut diserahkan kepada pertimbangan orang
yang telah merasa dirugikan.
Delik aduan (klacht
delict) adalah delik yang hanya dapat dituntut, jika diadukan oleh
orang yang merasa dirugikan. Delik aduan sifatnya pribadi/privat, yang memiliki
syarat yaitu harus ada aduan dari pihak yang dirugikan. Selain itu, yang
dimaksud dengan delik aduan/klach delict merupakan pembatasan inisiatif jaksa
untuk melakukan penuntutan. Ada atau tidaknya tuntutan terhadap delik ini
tergantung persetujuan dari yang dirugikan/korban/orang yang ditentukan oleh
undang-undang. Delik ini membicarakan mengenai kepentingan korban. Pada delik
aduan, jaksa hanya akan melakukan penuntutan apabila telah ada pengaduan dari
orang yang menderita, dirugikan oleh kejahatan tersebut. Pengaturan delik aduan
tidak terdapat dalam Buku ke I KUHP, tetapi dijumpai secara tersebar di dalam
Buku ke II. Tiap-tiap delik yang oleh pembuat undang-undang dijadikan delik
aduan, menyatakan hal itu secara tersendiri, dan dalam ketentuan yang dimaksud
sekaligus juga ditunjukan siapa-siapa yang berhak mengajukan pengaduan
tersebut.
Menurut para ahli, delik aduan dapat
diartikan sebagai berikut:
a. Menurut Samidjo, delik aduan (Klacht Delict) adalah suatu
delik yang diadili apabila yang berkepentingan atau yang dirugikan
mengadukannya. Bila tidak ada pengaduan, maka Jaksa tidak akan melakukan penuntutan.
b. Menurut R.
Soesilo dari banyak peristiwa pidana itu hampir semuanya
kejahatan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan (permintaan) dari orang yang
kena peristiwa pidana. Peristiwa pidana semacam ini disebut delik aduan.
c. Menurut P. A. F
Lamintang, tindak pidana tidak hanya dapat dituntut apabila ada
pengaduan dari orang yang dirugikan. Tindak pidana seperti ini disebut Klacht
Delicten.
Menurut
pendapat para sarjana diatas, kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah bahwa
untuk dikatakan adanya suatu delik aduan, maka disamping delik tersebut
memiliki anasir yang lazim dimiliki oleh tiap delik, delik ini haruslah juga
mensyaratkan adanya pengaduan dari si korban atau pihak yang dirugikan untuk
dapat dituntutnya si pelaku. Delik aduan (Klacht
Delicten) ini adalah merupakan suatu delik, umumnya kejahatan, dimana untuk
penuntutan perkara diharuskan adanya pengaduan dari si korban atau pihak yang
dirugikan sepanjang Penuntut Umum berpendapat kepentingan umum tidak terganggu
dengan dilakukannya penuntutan atas perkara tersebut.
2.2 Jenis-jenis Delik Aduan
Dalam ilmu
hukum pidana delik aduan ini ada dua macam, yaitu:
1. . Delik Aduan
Absolute (Absolute Klacht Delict)
Delik Aduan
absolute (absolute klacht delict)Merupakan suatu delik yang baru ada penuntutan
apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Dan yang diadukan sifatnya
hanyalah perbuatannya saja atau kejahatannya saja. Dalam hal ini bahwa
perbuatan dan orang yang melakukan perbuatan itu dianggap satu kesatuan yang
tetap bermuara pada kejahatan yang dilakukan. Oleh karena itu delik aduan
absolute ini mempunyai akibat hukum dalam masalah penuntutan tidak boleh
dipisah-pisahkan/onsplitbaar.
Kejahatan-kejahatan yang termasuk dalamjenis delik
aduan absolut seperti :
–
Kejahatan penghinaan (Pasal 310 s/d 319 KUHP), kecuali
penghinaan yang dilakukan oleh seseoarang terhadap seseorang pejabat
pemerintah, yang waktu diadakan penghinaan tersebut dalam berdinas resmi. Si
penghina dapat dituntut oleh jaksa tanpa menunggu aduan dari pejabat yang
dihina.
–
Kejahatan-kejahatan susila (Pasal 284, Pasal 287,
Pasal 293 dana Pasal 332 KUHP).
–
Kejahatan membuka rahasia (Paal 322 KUHP)
CONTOH KASUS
Contohnya: A
dan B adalah suami istri. B berzinah dengan C dan D. Dan A hanya mengadukan B
telah melakukan perbuatan perzinahan. Namun, karena tidak dapat
dipisahkan/onsplitbaar maka tidak hanya B saja yang dianggap sebagai pelaku,
tetapi setiap orang yang terlibat suatu perbuatan atau kejahatan yang
bersangkutan yaitu C dan D secara otomatis (sesuai hasil penyelidikan) harus
diadukan pula oleh A. Setidaknya delik perzinahan tidak dapat diajukan hanya
terhadap dader/mededader saja, melainkan harus keduanya dan pihak lain yang
terlibat.Adapun macam-macam delik yang terdapat dalam KUHP yang termasuk dalam
Delik Aduan Absolut, sebagai berikut :? Pasal 284 KUHP, tentang perzinahan.?
Pasal 287 KUHP, bersetubuh di luar perkawinan dengan seorang wanita berumur di
bawah lima belas tahun atau belum waktunya untuk kawin.? Pasal 293-294 KUHP,
tentang perbuatan cabul. ? Pasal 310-319 KUHP (kecuali pasal 316), tentang
penghinaan.? Pasal 320-321 KUHP, penghinaan terhadap orang yang telah meninggal
dunia.? Pasal 322-323 KUHP, perbuatan membuka rahasia.? Pasal 332 KUHP,
melarikan wanita.? Pasal 335 ayat (1) butir 2, tentang pengancaman terhadap
kebebasan individu.? Pasal 485 KUHP, tentang delik pers.2. Delik aduan relative
(relatieve klacht delict)Yakni merupakan suatu delik yang awalnya adalah delik
biasa, namun karena ada hubungan istimewa/keluarga yang dekat sekali antara si
korban dan si pelaku atau si pembantu kejahatan itu, maka sifatnya berubah
menjadi delik aduan atau hanya dapat dituntut jika diadukan oleh pihak
korban.Dalam delik ini, yang diadukan hanya orangnya saja sehingga yang
dilakukan penuntutan sebatas orang yang diadukan saja meskipun dalam perkara
tersebut terlibat beberapa orang lain. Dan agar orang lain itu dapat dituntut
maka harus ada pengaduan kembali.
2. Delik Aduan Relative (Relatieve Klacht Delict)
Delik aduan relatif adalah kejahatan-kejahatan yang
dilakukan, yang sebenarnya bukan merupakan kejahatan aduan, tetapi khusus
terhadap hal-hal tertentu, justru diperlukan sebagai delik aduan. Menurut
Pompe, delik aduan relatif adalah delik dimana adanya suatu pengaduan itu
hanyalah merupakan suatu voorwaarde van vervolgbaarheir atau suatu
syarat untuk dapat menuntut pelakunya, yaitu bilamana antara orang yang
bersalah dengan orang yang dirugikan itu terdapat suatu hubungan yang bersifat
khusus. Umumnya delik aduan retalif ini hanya dapat terjadi dalam
kejahatan-kejahatan seperti :
–
Pencurian dalam keluarga, dan kajahatan terhadap harta
kekayaan yang lain yang sejenis (Pasal 367 KUHP)
–
Pemerasan dan ancaman (Pasal 370 KUHP)
–
Penggelapan (Pasal 376 KUHP)
–
Penipuan (Pasal 394 KUHP)
Beberapa hal perbedaan antara delik aduan
absolut dengan delik aduan relatif :
Delik aduan relative dapat
dipisah-pisahkan/splitsbaar. Contoh : A adalah orang tua. B adalah anaknya. Dan
C adalah keponakannya. B dan C bekerjasama untuk mencuri uang di lemari A.
Dalam perkara ini jika A hanya mengadukan C saja maka hanya C sajalah yang
dituntut, sedangkan B tidak.Dari kasus di atas bisa dilihat bahwa delik aduan
relative ini seolah bisa memilh siapa yang ingin diadukan ke kepolisian. A
karena orang tua dari B, maka ia tidak ingin anaknya yaitu B terkena hukuman
pidana, dia hanya memilih C untuk diadukan, bisa karena dengan pertimbangan C
bukanlah anaknya. Namun jka kita bandingkan dengan contoh kasus pada delik
aduan absolute, dalam kasus perzinahan itu, walau si A hanya kesal dengan salah
satu pelaku perzinahan itu, ia tidak bisa hanya mengadukan orang itu saja,
karena bagaimanapun konsekuensinya, pihak lain yang terlibat juga dianggap
sebagai pelaku.Adapun macam-macam delik yang terdapat dalam KUHP yang termasuk
dalam Delik Aduan Relatif, sebagai berikut :? Pasal 367 ayat (2) KUHP, tentang
pencurian dalam keluarga.? Pasal 370 KUHP, tentang pemerasan dan pengancaman
dalam keluarga.? Pasal 376 KUHP, tentang penggelapan dalam keluarga? Pasal 394
KUHP, tentang penipuan dalam keluarga.? Pasal 411 KUHP, tentang perusakan
barang dalam keluarga.C. Ketentuan Dalam KUHPDalam KUHPidana, mengenai delik
aduan ini diatur dalam pasal 72-75 KUHP. Dan hal-hal yang diatur dalam KUHP ini
adalah, sebaga berikut :
1.
. Mengenai siapa yang berhak melakukan pengaduan
terhadap pihak yang dirugikan/korban yang masih berumur di bawah enam belas
tahun dan belum dewasa.
2.
Mengenai siapa yang berhak melakukan pengaduan,
apabila pihak yang dirugikan/korban telah meninggal.
3.
Penentuan waktu dalam mengajukan delik aduan.
4.
Bisa atau tidaknya pengaduan ditarik kembali.
3. Pihak yang berhak mengajukan Pengaduan dan Tenggang
Waktu Mengajukan Pengaduan
Pihak-pihak yang berhak mengajukan
aduan dan jangka waktunya, dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 72 KUHP seperti
:
- Wakilnya
yang sah dalam perkara sipil, atau wali, atau pengaduan orang tertentu
(khusus untuk orang yang belum dewasa). Misalnya orang tua korban,
pengacara, pengampu (curator) dan wali.
- Orang yang langsung dikenai
kejahatan itu (korban).
Adapun tenggang waktu untuk
mengajukan aduan tersebut diatur dalam Pasal 74 ayat (1) KUHP. Maksud Pasal 74
ayat (1) yaitu kalau seseorang mempunyai hak untuk mengajukan aduan, ia hanya
boleh memasukan aduan tersebut paling lama dalam jangka waktu enam bulan
setelah kejadian itu diketahuinya, tetapi kalau kebetulan ia berdiam di luar
negeri, maka tenggang waktu itu paling lama sembilan bulan
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Menurut
pendapat para sarjana diatas, kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah bahwa
untuk dikatakan adanya suatu delik aduan, maka disamping delik tersebut
memiliki anasir yang lazim dimiliki oleh tiap delik, delik ini haruslah juga
mensyaratkan adanya pengaduan dari si korban atau pihak yang dirugikan untuk
dapat dituntutnya si pelaku. Delik aduan (Klacht
Delicten) ini adalah merupakan suatu delik, umumnya kejahatan, dimana untuk
penuntutan perkara diharuskan adanya pengaduan dari si korban atau pihak yang
dirugikan sepanjang Penuntut Umum berpendapat kepentingan umum tidak terganggu
dengan dilakukannya penuntutan atas perkara tersebut. Alasan persyaratan adanya
pengaduan tersebut menurut Simons yang dikutip oleh Satochid adalah : “adalah
karena pertimbangan, bahwa dalam beberapa macam kejahatan, akan lebih mudah
merugikan kepentingan-kepentingan khusus (bizjondere belang) karena
penuntutan itu, daripada kepentingan umum dengan tidak menuntutnya”.
3.2. Saran
Demikianlah tugas makalah dari
kelompok kami mengenai delik aduan dan kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar makalah kami kedepannya lebih baik lagi dan
bermaanfaat untuk kita semua. Dan saya ucapkan terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin dan H. Zainal Asikin.2004. Pengantar Metode
Penelitian Hukum.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
R. Soesilo.1993.Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal.Bogor: Politeia
Satochid Kartanegara.Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian
II.Bandung:Lektur Mahasiswa
Komentar
Posting Komentar